Pria dan wanita memang memiliki cara berbeda dalam menikmati seks, termasuk di antaranya pada kebiasaan memuaskan diri sendiri alias masturbasi. Yang tidak banyak disadari adalah kebiasaan ini ternyata berpengaruh pada hubungan seksual dengan pasangan.
Sebuah studi yang dimuat dalam Journal of Sexual Medicine mengungkapkan, pria yang punya kebiasaan tidak biasa dalam masturbasi biasanya menderita berbagai gangguan seksual. Masturbasi tidak biasa ini didefinisikan sebagai teknik yang tidak mudah digantikan dengan tangan, mulut, atau vagina.
Pria yang punya kebiasaan masturbasi yang tidak wajar itu biasanya memuaskan diri dengan berbagai rangsangan, entah itu film porno hardcore yang bermuatan kekerasan ataupun sedotan dari penyedot debu. Para pria ini ternyata mengalami frustrasi karena tidak bisa terpuaskan saat bercinta dengan pasangannya.
Gangguan seksual yang dialami pria penggemar masturbasi tidak wajar, antara lain, sulit dipuaskan, libido rendah, sulit ereksi, dan sulit mencapai orgasme.
Dokter atau terapis seks biasanya akan meminta pria tersebut untuk tidak melakukan masturbasi, diikuti dengan intervensi seksual berupa tindakan masturbasi yang mirip dengan penetrasi sehingga mereka dapat kepuasan dari penetrasi seksual dengan pasangannya. Mereka juga disarankan untuk lebih fokus pada sensasi dan kenikmatan yang dialami saat bercinta.
Biasanya setelah terapi tersebut dilakukan satu bulan, para pasien mengalami peningkatan kepuasan seksual dari pasangannya dan gangguan seksualnya berkurang.
"Ereksi adalah respons dari suatu kondisi. Jadi jika ia hanya bisa ereksi dan ejakulasi pada satu kondisi tertentu saja, maka hanya itu yang akan dicarinya," kata terapis seks Brandy Engler.
Ia menambahkan, jika periode pantang masturbasi tersebut tidak juga membantu, mungkin sebenarnya adalah masalah emosional yang tersembunyi sehingga mereka hanya bisa ejakulasi jika "bermain solo".
"Faktor kecemasan, bosan, atau amarah terpendam bisa membuat seorang pria tidak merasa puas saat bercinta dengan pasangannya. Karena itu, akar masalahnya harus dicari," katanya.
Sumber : health.kompas.com |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar