Anjing merupakan hewan kesayangan atau peliharaan banyak manusia. Anjing
juga bukan hewan ternak seperti ayam, kambing, dan sapi. Meski
demikian, konsumsi daging anjing bagi manusia rupanya masih marak di
berbagai negara termasuk di Indonesia. Padahal, konsumsi daging anjing
bisa menimbulkan penyakit seperti kolera dan trikinelosis.
Karin Franken, aktivis dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN) mengatakan, daging anjing yang diperjualbelikan untuk dikonsumsi sebagian besar berasal dari anjing liar.
"Jangan mau makan anjing. Tidak ada standar kebersihan saat mereka dipotong, bagaimana cara memotongnya, bagaimana cara memasaknya. Itu tidak ada prosedurnya," kata Karin di Jakarta, Minggu (28/9/2014).
Pemotongan anjing untuk dikonsumsi tentunya terlepas dari pengawasan Dinas Kesehatan setempat karena anjing bukan hewan ternak. Kesehatan anjing liar pun dipertanyakan. Anjing-anjing itu sebagian besar belum bebas dari virus rabies.
Menurut Karin, rabies sangat rentan menyebar ketika proses distribusi anjing liar itu ke sejumlah daerah. Rabies juga bisa menular kepada orang-orang yang mengurusi anjing liar tersebut.
"Apa sebabnya rabies nyebar di daerah? Hasil investigasi JAAN, penjualan daging anjing kasih kontribusi amat besar penyebaran rabies," kata Karin.
Perdagangan anjing untuk dikonsumsi manusia menyebar di berbagai kota seperti Jakarta, Bandung, Solo, Yogyakarta, Bali, Medan, hingga Manado.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI, Agus Purwadianto mengatakan, rabies merupakan penyakit dengan tingkat kematian mencapai 100 persen bagi penderitanya. Manusia tertular rabies dari luka gigitan atau pun cakaran anjing tersebut. Rabies berbahaya karena menyebabkan infeksi akut pada susunan saraf pusat manusia.
JAAN pun terus mengampanyekan "Dog are Not Food" atau anjing bukan lah makanan. Perlakuan terhadap anjing yang ditangkap hingga dipotong dagingnya untuk konsumsi dinilai melanggar Undang-undang Nomor 18 tahun 2009 terkait kesejahteraan hewan.
Karin Franken, aktivis dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN) mengatakan, daging anjing yang diperjualbelikan untuk dikonsumsi sebagian besar berasal dari anjing liar.
"Jangan mau makan anjing. Tidak ada standar kebersihan saat mereka dipotong, bagaimana cara memotongnya, bagaimana cara memasaknya. Itu tidak ada prosedurnya," kata Karin di Jakarta, Minggu (28/9/2014).
Pemotongan anjing untuk dikonsumsi tentunya terlepas dari pengawasan Dinas Kesehatan setempat karena anjing bukan hewan ternak. Kesehatan anjing liar pun dipertanyakan. Anjing-anjing itu sebagian besar belum bebas dari virus rabies.
Menurut Karin, rabies sangat rentan menyebar ketika proses distribusi anjing liar itu ke sejumlah daerah. Rabies juga bisa menular kepada orang-orang yang mengurusi anjing liar tersebut.
"Apa sebabnya rabies nyebar di daerah? Hasil investigasi JAAN, penjualan daging anjing kasih kontribusi amat besar penyebaran rabies," kata Karin.
Perdagangan anjing untuk dikonsumsi manusia menyebar di berbagai kota seperti Jakarta, Bandung, Solo, Yogyakarta, Bali, Medan, hingga Manado.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI, Agus Purwadianto mengatakan, rabies merupakan penyakit dengan tingkat kematian mencapai 100 persen bagi penderitanya. Manusia tertular rabies dari luka gigitan atau pun cakaran anjing tersebut. Rabies berbahaya karena menyebabkan infeksi akut pada susunan saraf pusat manusia.
JAAN pun terus mengampanyekan "Dog are Not Food" atau anjing bukan lah makanan. Perlakuan terhadap anjing yang ditangkap hingga dipotong dagingnya untuk konsumsi dinilai melanggar Undang-undang Nomor 18 tahun 2009 terkait kesejahteraan hewan.
Sumber: health.kompas.com |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar